Jumat, 04 November 2011

Abu Nawas

Tokoh ini sangat populer tetapi juga sangat misterius. Namanya amat legendaris. Nyaris tak ada orang yang tak mengenal sosoknya, melalui kisah-kisah jenaka yang melambungkan kejeniusan otaknya bersama Khalifah Harun al-Rasyid. Siapakah sesungguhnya Abu Nawas?

Abu Nawas dilahirkan di Ahwa, Iran Selatan, pada tahun 756 dan wafat pada tahun 810. Nama Aslinya Al-Hasan bin Hani al-Hakami. Ibunya, Golban, seorang penenun Persia dan ayahnya seorang tentara dari pasukan Marwan II.

Begitu lahir, Abu Nawas atau Abu Nuwas dijual ibunya kepada Sa’ad Al-Yashira, seorang tukang obat asal Yaman. Sa’ad memboyong Abu Nawas ke Basrah, tempat tinggalnya. Abu Nawas belajar tata bahasa al-Qur’an di masjid. Ketampanan Abu Nawas menawan hati Waliba Ibn al-Hubab, keponakan Sa’ad sekaligus guru pertama sastranya di Kufah. Mereka terlibat perbuatan Liwath (homoseks), ini terjadi pada tahun 786 m. peristiwa ini mempengaruhi karya-karya Abu Nawas, yang dalam literatur Barat disebut sebagai penyair Gay pertama dunia Arab.

Setahun kemudian Abu Nawas kembali ke Basrah untuk Belajar sastra kepada Khalaf al-Ahmar, seorang guru puisi bergaya pra- Islam. Di Basrah pula abu nawas menghabiskan waktunya untuk memperdalam khazanah bahasa Arab Badui. Pada periode ini Abu Nawasdmulai di kenal sebagai penyair liberal dengan puisi-puisi bertema seks bebas, hubungan badan dan minuman keras. Abu Nawas terlibat aktif di kedai minuman keras bersama pemuda-pemuda Kristen yang sangat menyukai puisi-puisinya.

Kemisteriusan sosok Abu Nawas memang menimbulkan kontradiksi-kontradiksi. Jika kita mengenal sosoknya sebagai seorang sufi yang konyol, kocak dan banyak akal, justru tidak begitu halnya dalam literatur sejarah Islam. Tidak ditemukan satupun kitab yang menginformasikan bahwa Abu Nawas adalah seorang sufi kocak seperti Kabayan dalam literatur dongeng masyarakat sunda. Abu Nawas dikenal luas sebagai seorang sastrawan keblinger yang mengundang kontrovensi. Ia dibenci kalangan ulama karena perilaku bejatnya. Bahkan kisah duetnya dengan Khalifah Harun Al-Rasyid pun tidak ditemukan, sebab Abu Nawas tidak pernah bertatap muka dengan nya. Kisah yang tercatat justru kisah antara Abu nawas dengan Khalifah al-Amin, Khalifah Bani Abbasiyah sesudah Harun al-Rasyid.

Puisi dan cerita amoral Abu Nawas dapat dilihat dalam kitab-kitab sejarah seperti Tarikh al-Islam(juz 10/161) karya sejarawan adz-Dzahabi, Tarikh Baghdad (juz 7/436) karya Khatib al-Baghdadi, Tahdzib Ibn Asakir juz 4, Wafayat al-A’yan karya Ibnu Khalkan. Masalik al-Abshar (jilid 9), Syudzurat al Dzahab (juz1/345)  atau kitab Mulhaq al-Aghani juz 25 karya Abu al- Faraj al-Ashbihani.  

Ini memang mengejutkan. Abu Nawas ternyata seorang Homoseks. Menurut seorang Timur Tengah yang menulis dalam disertasinya dengan judul al-Syudzudz al-Jinsiyah (kelainan seksual). Ia mengupas habis kepribadian Abu Nawas terutama tentang kelainan seksualnya. Tokoh ini tampaknya mengambil informasi dari majalah sastra al-Funun yang terbit pada tahun 1913. Dalam salah satu edisinya, al-Funun mengupas habis perihal penyimpangan seksual Abu Nawas. Dalam Mulhaq al-Aghani juz 25 disebutkan bahwa Abu Nawas pernah dikawinkan secara paksa oleh orang tuanya dengan salah satu wanita yang masih familinya, tetapi keesokan harinya wanita itu diceraikannya karena Abu Nawas tidak mencintainya. Ia pernah mencintai seorang perempuan bernama Jinan, sayang cintanya tak sampai.

Penyimpangan seks inilah yang membuat Abu Nawas nyaris tidak mendapatkan simpati dari tokoh-tokoh Islam. Salah satu bukti, dalam kitab-kitab balaghah sangat jarang dijumpai pengarangnya menggunakan contoh dari syair-syair Abu Nawas. dalam kesusastraan Arab, nama-nama seperti Jarir dan furazdaq lebih dikenal dari pada nama Abu Nawas. Imam Syafi’I mengakui kehebatan sastranya. Beliau mengakui kehebatan sastranya. Beliau mengatakan, “seandainya Abu Nawas tidak Mujun, niscaya aku akan belajar sastra kepadanya” bahkan syair pertobatan yang sangat legendaris pun, al-I’tiroof, diragukan sebagai karya Abu Nawas. dalam sebuah kitab justru disebutkan bahwa syair itu karya Syeikh al-Sya’rani. Al-I’tiroof sama dengan cerita-cerita lucu Abu Nawas, tidak ditemukan dalam literatur sejarah Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar