Minggu, 26 Februari 2012

Hari Guru : Hebat Mana Guru atau Dokter?


1322517727404873357Oemar Bakri, Oemar Bakri,
Banyak ciptakan menteri,
Oemar Bakri,
Profesor, dokter, insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri
Seperti dikebiri
Itulah bagian akhir syair lagu yang ditulis oleh Iwan Fals pada tahun 80-an, yang dengan cerdik membidik potret sosial nasib guru pada waktu itu. Sosok guru digambarkan sebagai seorang Oemar Bakri, pegawai negeri yang banyak menelurkan orang-orang penting semacam menteri, profesor, dokter, insinyur, tapi gaji sangat tidak memadai.
Untung saja ketika Gus Dur menjadi presiden, nasib guru mendapat perhatian besar sehingga gaji guru sekarang relatif jauh lebih baik. Meskipun nasib guru tidak tetap dan sebagian guru-guru swasta masih juga belum tersentuh oleh kesejahteraan itu.
Istilah ‘guru’ berasal dari bahasa Sangsekerta yang secara harafiah artinya ‘berat’. Pada kesempatan memeringati Hari Guru yang ke-66 tahun ini, Mendikbud Muh. Nuh mengatakan bahwa tugas guru sangat mulia karena menyiapkan generasi penerus demi masa depannya yang lebih baik, lebih berbudaya, dan sekaligus membangun peradaban (Kompas.com, Jum’at 25/11/2011)
Selaras dengan pendapat umum yang kembali ditegaskan oleh M. Nuh itu, tugas guru memang sangat mulia sekaligus berat. Guru adalah profesi yang menarik karena bersentuhan langsung dengan anak didik yang mewakli masa depan. Guru bukan pencetak barang komersial yang apabila terjadi kesalahan cukup diafkir atau mungkin malahan masih bisa didaur ulang. Guru adalah pencetak peserta didik menjadi pribadi manusia seutuhnya yang cerdas, trampil, bermoral, berkarakter dan berdedikasi.
Dalam upaya membangun manusia masa depan yang memenuhi kriteria itu guru tidak cukup hanya mengajarkan serangkaian ilmu, namun guru juga membentuk pribadi peserta didik yang tangguh, taqwa dan berkarater melalui teladan langsung dengan apa yang dilakukannya di mana pun dan kapan pun. Guru itu sendiri adalah ilmu dan keteladanan.
Ada pepatah: “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Artinya, kalau guru berbuat kurang pantas, murid akan berlaku sangat tidak pantas. Ketika guru makan jajanan sambil jalan, mungkin ada yang menyamakan guru itu sama dengan sapi karena sapi makan juga sambil jalan-jalan. Bagi guru makan sambil jalan dinilai tidak panas, meskipun bagi profesi lain mungkin saja itu adalah hal yang biasa. Itulah beratnya menjadi guru: medidik dan mengajarkan keteladanan menembus batas ruang dan waktu. Bila guru salah didik, maka peserta didik tidak dapat didaur ulang. Efek yang terjadi peserta didik bukan saja bisa kehilangan masa depannya sendiri, tapi bisa jadi menjadi perusak masa depan bangsa.
Di tengah situasi dan kondisi bangsa yang memprihatinkan saat ini dengan mewabahnya praktek-praktek politik kotor, korupsi dan kolusinya maka tugas guru akan semakin berat. Untuk membawa kembali lokomotif negeri ini ke rel yang semestinya diperlukan anak-anak bangsa yang cerdas, trampil, berkarakter, bermoral dan berbudaya. Mereka itu adalah aset sumber daya manusia yang tidak akan terseret ke dalam kebobrokan dan nafsu mencari keuntungan pribadi dan kelompok, tetapi generasi yang dapat mengembalikan hak-hak rakyat. Dengan demikian, kiranya tidaklah salah bila kita menaruh harapan besar kepada para guru.
Sebaliknya, apabila seorang guru telah melakukan kesalahan atau mal praktek pendidikan maka bisa menyebabkan suatu kengerian. Ketika seorang politisi mengkorupsi uang negara yang merupakan pinjaman luar negeri triyunan rupiah dan rakyat yang tidak bersalah yang harus membayarnya, bukankah itu sebuah kengerian? Penyebabnya bisa jadi karena memang itu kebobrokan mentalitas pribadi,tetapi tidak tertutup pula kemungkinan bahwa korupsi itu sudah dimulai akibat kecurangan ujian demi mengejar nilai unas.
Jadi kejujuran dalam dunia pendidikan, termasuk di dalamnya para guru sangat diperlukan karena lancung dalam ujian, kepura-puraan dan kebohongan sebenarnya merupakan mal praktek pendidikan yang tidak kasat mata yang dapat menyebankan ambruknya negara ini.
Seorang dokter yang melakukan mal praktek, akibat buruknya hanya akan berdampak pada perorangan atau paling luas pada keluarga si pasien. Seorang guru yang melakukan mal praktek kejujuran dampaknya bisa menjadi kejahatan masal. Bedanya dampak mal praktek dokter segera nampak di mata, dampak mal praktek seorang guru tidak langsung terjadi saat itu dan tidak dengan mudah kasat mata meskipun efeknya bisa jauh lebih luas.
Jadi, hebat mana antara guru dan dokter?
Dari apa yang saya uraikan di atas, saya berpendapat bahwa meskipun dokter itu hebat, guru lebih hebat!
Tentu saja Anda boleh tidak sependapat dan tetap bilang dokter lebih hebat. Dalam kenyataan memang seorang dokter di luar gaji tetap, hanya dengan buka praktek di petang hari selama 3 jam bisa menghasilkan Rp. 500 ribu, sementara masih ada juga guru swasta yang per bulannya hanya dibayar Rp.500 ribu. Seorang petani atau tukang becak yang anaknya mampu menjadi dokter akan menjadi berita yang hebat, sementara petani yang anaknya menjadi guru itu sesuatu yang sudah menjadi garis takdirnya. Ketika anak-anak ditanya apa cita-citanya maka jawabnya adalah ‘dokter’ dan hanya satu dua yang bercita-cita jadi guru, tetapi guru juga yang bisa membuat dokter.
Hanya dalam satu hal saja guru kalah dari dokter: uangnya!
Anyway, maju terus guru Indonesia. Selamat Hari Guru!

gambar dari: google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar